Kamis, 03 Februari 2011

JATI; Jati usia 15 tahun berdiameter 30-45cm...???


Foto Jati 2345 (endo)
MUNGKINGKAH  hutan jati Indonesia yang kian gundul bisa segera hijau?....mungkin.
 Mimpi itu bisa menjadi kenyataan kalau saja penemuan bibit jati unggul dari hasil kerja sama Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Seameo Biotrop Bogor, serta PT Pupuk Kalimantan Timur dapat didayagunakan secepatnya. Rabu pekan lalu, ketika Hatta Radjasa, Menteri Negara Riset dan Teknologi yang juga Kepala BPPT, mengunjungi Pusat Pe-nelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPPT di Serpong, Jawa Barat, bibit jati yang bisa berusia produktif sepertiga dari jati biasa itu ditunjukkan oleh tim peneliti tersebut.

Foto Jati 3457 (endo)
Toh, hasil penemuan itu tergolong terobosan penting. Namun, Hariyanto, seorang pengembang tanaman jati jenis emas di Mojokerto, Jawa Timur, masih meragukan kehebatan bibit jati BPPT. Hari tetap merasa yakin bahwa usia produktif jati emas lebih pendek ketimbang jati BPPT.

Sebagaimana pernah ramai dikabarkan beberapa waktu lalu, kayu jati emas dengan diameter 45 sentimeter disebut-sebut bisa dipanen dalam usia 15 tahun, yang berarti persis dengan jati BPPT. Jati emas, yang berasal dari Thailand, memperoleh sifat-sifat genetis yang baik dari hasil penyilangan beberapa induk jati. Tapi kualitas kayu jati emas hanya kelas empat.

Kritik senada diutarakan Dr. Mohammad Na'iem, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia mengaku tidak percaya bahwa teknik kultur jaringan bisa memperpendek umur jati Cepu. Soalnya, kultur jaringan hanya berfungsi membiakkan sel, sehingga sifat subkultur yang dihasilkan tak berbeda dengan induknya.

Jadi, "Keunggulan bibit jati hasil penemuan itu harus dibuktikan dengan uji genetis," ucap Na'iem. Bagaimanapun, bibit unggul hanya bisa diperoleh dengan merekayasa faktor genetis dan lingkungan suatu tanaman. Lagi pula, Na'iem menambahkan, kendati penerapan teknik kultur jaringan terhadap jati sudah dilakukan sejak 1985 lewat penelitian Perum Perhutani bersama Biotrop Bogor dan Institut Teknologi Bandung, sampai kini informasi genetis pohon jati tak kunjung lengkap. Kalau informasinya belum cukup, bagaimana bisa memastikan hasil rekayasa genetisnya sudah unggul?

Tidak ada komentar: